Pages

Senin, 16 April 2012

Prinsip individualisme dalam islam

Pertama, setiap muslim harus beramal sholeh sebagai bukti dari keimananya kepada Allah STW. Dengan amal yang sholeh, seorang muslim bukan hanya bisa menunjukan kebenaran keimanan yang dimilikinya, tetapi juga bisa membawa pada kehidupan yang bermakna dan bermanfaat, serta membahagiakan kehidupanya dunia dan akhirat. Oleh karna itu, ketika seseorang ingin beramal sholeh atau ingin melakukan perbuatan baik, ia tidak boleh bergantung pada orang lain dalam arti mau melakukan kebaikan bila orang lain melakukanya. Sedangkan ia mau melakukan keburukan bila orang lain melakukan hal itu, padahal, seharusnya ia selalu beramal sholeh secara optimal dan tidak akan melakukan hal hal yang tidak dibenarkan Allah dan Rosulnya meskipun orang lain melakukanya. Dengan demikian, beramal itu sangat bersifat pribadi sehingga masing masing orang harus beramal sholeh tanpa dipengaruhi oleh orang lain, meskipun dalam islam ada amal amal yang memerlukan keterlibatan orang lain , bahkan semakin banyak semakin baik nilainya seperti pelaksanaan sholat berjamaah lima waktu. Manakala setiap muslim memiliki prinsip individualisme seperti ini, maka ia akan menjadi pelopor dalam suatu kebaikan, dan masing masing muslim bisa menjadi cermin untuk bisa menunjukan kekurangan saudaranya guna di perbaiki Kedua pahala untuk diri sendiri seorang muslim yang telah beramal sholeh tentu ada pahala yang akan diperolehnya. Pahala itu untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain , karenanya agak aneh bila seorang muslim tidak mau beramal sholeh karena berharap mendapat kiriman pahala amal sholeh yang dilakukan orang lain, khususnya ketika ia sudah meninggal dunia. Disamping itu agak aneh juga bila ada orang beramal sholeh tapi pahalanya hendak diberikan kepada orang lain, bgaikan orang yang sudah cukup atau malah kelebihan pahala. Padahal untu bisa mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan akhirat, seseoran gharus membawa nilai yang sebanyak banyaknya. Yang harus dilakukan seorang muslim terhadap muslim lainya, terutama muslim yang telah meninggal dunia, sebenarnya bukan mengirim pahala, tetapi mendoakanya agar diampuni, diluaskan kuburnya dan dimasukan kedalam surga, karna sangat berbeda makna antara mengirim doa dengan mengirim pahala. Mengirim doa berarti memohon kepada Allah SWT agar orang yang sudah meninggal diampuni dan dimasukan kedalam surga serta amal sholehnya dietrima Allah SWT sedangkan mengirim pahala berarti pahala dari amal yang kita lakukan diberikan kepada orang lain Tegasnya masing masing orang memperoleh pahala berdasarkan amal yang dilakukanya demilkian pula halnya dengan dosa yang akan didapatnya. Allah SWT berfirman,                 286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya Oleh karna itu masing masing orang harus memiliki semangat yang tinggi dalam beramal sholeh. Semakin banyak amal shaleh yang dilakukanya, semakin banyak pula nilai pahala yang akan diperoleh oleh orang orang yang melakukanya, meskipun ia sudah tidak beramal lagi dengan sebab sebab tertentu. Ini merupkan saham dalam amal yang pahalanya tetap bis mengalir, meskipun ia sudah meninggal dunia. Bahkan, Allah SWT melipat gandakan nilai pahala amal yang dilakukan oeh hamba hambaNya. Allah SWT berfirman,        160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya Ketiga, yang menjadi prinsip individualisme dalam islam adalah setiap orang bertanggung jawab atas amal yang dilakukanya, didunia dan di Akhirat nanti, manusia harus bertanggung jawab atas amalnya. Bila seseorang diajak orang lain berbuat maksiat lalu dia betul mengikutinya, maka ia harus bertanggung jawab atas perbuatanya itu bahkan dia tidak bisa menyalahkan orang lain atas apa yang dilakukanya termasuk menyalahkan orang yang mengajaknya, karena orang itu sudah jelas salah dia kan mendapatkan bagian dari dosa yang besar dari kesalahanya itu. Bahkan dalam kehidupan di akhirat nanti setan yang mengajak manusia pada kesesatan tidak mau disalahkan oleh manusia, tapi justru manusia harus menyalahkan dirinya sendiri. Hal ini disebutkan dalam Al – Quran                               22. Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) Telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah Telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun Telah menjanjikan kepadamu tetapi Aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) Aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca Aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Dari keterangan ini terasa sekali betapa semangat individualisme harus dimiliki dalam arti tidak ada toleransi dalam perbuatan dosa, karena setiap orang yang berdosa harus bertanggung jawab atas dosanya, dan tidak bisa melimpahkan kepada oranglain, manusia telah diebrikan oleh Allah SWT pendengaran , penglihatan dan hati atau akal fikiran untuk bisda membedakan mana yang benar dan salah, karenanya wajar bila Allah SWT akan memminta pertanggungjawaban meskipun ia hanya ikut ikutan Allah SWT berfirman,         •          36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Dalam kehidupan akhirat nanti, manusia tidak mengelak dari pengadilan Allah SWT sebagai konsekuensi dari pertanggungjawaban atas amal amal yang lakukanya. Bahkan manusia tidak lagi berbohong untuk mengakui kesalahanya atau dosa yang dilakukanya di dunia karena dirinyapun bersaksi atas semua itu. Didalam Alqur’an Allah SWT berfirman             65. Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. Didalam ayat lain, Allah SWT mengemukakan bahwa kulitpun menjadi saksi atas apa yang dilakukan manusia di dunia. Firman Allah SWT dalam kaitan ini berbunyi,      •    •             19. Dan (Ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah di giring ke dalam neraka, lalu mereka dikumpulkan semuanya. 20. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang Telah mereka kerjakan. Kesimpulanya adalah sedapat mungkin kita harus mengajak orang lain untuk beramal sholeh. Namun bila mereka tidak mau, hal itu tidak menjadi alasan bagi kita untuk tidak mau beramal sholeh. Karena masing – masing orang harus melakukan amal sholeh, kalau seseorang sudah punya tiket untuk pergi kesuatu negara dengan pesawat tebang, terserah dia untuk datang atau tidak kebandara pesawat bila saatnya pesawat harus terbang, maka orang yang tidak kebandara akan ditinggalkanya. Semua berpulang pada masing – masing orang. Begitulah memang dfalam masalah amal didfalam islam

0 komentar:

Posting Komentar